Oleh Elly Agustina, S.Sos.I
A. Latar
Belakang
Acapkali
orang tua, guru atau orang dewasa menuntut anak untuk mampu bersosialisasi,
berinteraksi dengan lingkungannya tanpa didahului dengan contoh atau pengalaman
sosial yang baik dan benar dari lingkungannya.
Anak
yang berada dalam rentang usia 0-6 tahun berada dalam fase golden age.
Berbagai potensi anak berkembang pada masa tersebut, baik secara kognitif,
emosional, spiritual maupun sosial. Sayangnya banyak pihak yang kerap lalai
memanfaatkan periode tersebut sebagai moment penting yang perlu disikapi dengan
sistematis, tepat dan cerdas.
Kehadiran lembaga
pendidikan bagi anak usia dini sesungguhnya selain diharapkan mampu memberikan
alternatif pengasuhan bagi anak selain rumah dan masyarakat juga diharapkan
mampu secara optimal membantu merangsang perkembangan anak di usia rentan
tersebut.
B. Landasan
Teori Keterampilan Sosial
Ketrampilan
sosial adalah keterampilan atau strategi yang digunakan untuk memulai ataupun
mempertahankan suatu hubungan yang positif dalam interaksi sosial, yang
diperoleh melalui proses belajar dan bertujuan untuk mendapatkan hadiah atau
penguat dalam hubungan interpersonal yang dilakukan.
Teori-teori
yang mengambarkan tentang keterampilan sosial antara lain adalah teori
behaviour, teori Erikson dan teori
Kognitif Sosial.[2]
1.
Teori Behaviour
Teori
ini berakar dari filsafat Jhon Locke
yang berpendapat bahwa anak ibarat kertas putih yang siap diisi atau ditulis
oleh orang dewasa. Teori
berpendapat lingkungan mempunyai pengaruh yang dominan dalam pembentukan
keterampilan sosial anak.
2.
Teori Erikson
Erik
Erikson (1963) mengusung sebuah teori berdasarkan teori psikoanalisa yang fokus
pada ego dan apa makna perkembangannya. Erikson percaya bahwa masing-masing
tahapan dalam kehidupan manusia mempunyai karaketristik tersendiri. Menurut Erikson bawaan memiliki pengaruh yang lebih
dominan dalam pembentukan sosial.
3.
Teori Kognitif Sosial
Salah
satu konsep utama Bandura dalam teori kognitif sosial adalah determinisme
resiprokal yang menyatakan bahwa ada interaksi konstan antara
lingkungan, prilaku dan orang. Menurutnya prilaku mempengaruhi lingkungan
sebagaimana lingkungan mempengaruhi prilaku selain itu juga orang mempengaruhi
prilaku dan lingkungan.[3]
Dalam pengembangan keterampilan
sosial, teori kognitif sosial agaknya lebih mengakomodir………
Menurut
Moeslichatoen ada 4 kelompok pengembangan keterampilan sosial yang dipelajari
anak di taman kanak-kanak yakni keterampilan dalam kaitan membina hubungan
dengan orang dewasa, membina hubungan dengan kelompok dan membina diri sebagai
individu.
Proses sosialisasi menurut
Moeslicahtoen adalah mengenal tingkah laku yang dapat diterima oleh masyarakat
dan diharapkan dilakukan anak, serta belajar mengendalikan diri. Hasil yang
diperoleh dari proses sosialisasi tersebut merupakan keterampilan sosial yang mempunyai
kedudukan yang strategis bagi anak untuk dapat membina hubungan antar pribadi
dalam berbagai lingkungan dan kelompok orang.
Kemampuan bersosialisasi
anak didasarkan pada usia perkembangan anak, kebanyakan anak usia 3-4 tahun
mulai bersosialisai dengan teman sepermainannya, tapi ada juga yang lebih
senang bermain sendiri, anak usia 5 tahun biasanya sudah memiliki teman bermain
sedangkan pada anak usia 6 atau 7 tahun sudah bisa bermain peran, bernegoisasi,
bekerjasama dan mulai membentuk kelompok teman sepermainan.
C. Faktor
yang Mempengaruhi Perkembangan Sosial
Ada
3 faktor yang mempengaruhi perkembangan sosial anak menurut Seefeldt, yaitu
keluarga, peran kebudayaan dan peran sekolah.[4]
Sedangkan
Hurlock menyebutkan beberapa faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan sosial
anak yaitu:[5]
1.
Pengaruh keluarga. Dalam keluarga masalah
hubungan antar anggota keluarga, posisi anak, ukuran keluarga baik besar atau
kecil, harapan orang tua dan cara mendidik mempunyai peran penting dalam
pembentukan perkembangan sosial anak
2.
Pengaruh dari luar rumah. Hubungan anak
dengan saudaranya atau teman bermainnya dapat membentuk keterampilan sosial
anak
3.
Pengaruh pengalaman sosial awal tidak hanya
penting bagi kehidupan awal anak tetapi juga penting untuk kehidupannya di masa
depan, karena pengalaman sosial awal akan menjadi prilaku sosial yang menetap,
sikap sosial yang menetap, berpengaruh terhadap partisipasi sosial, penerimaan
sosial, pola khas prilaku dan kepribadian anak di masa depan.
D. Urgensi
Pembentukan Konsep Diri
Indri
Savitri, M.Psi., dari Lembaga Psikologi Terapan UI mengidentifikasi
keterampilan sosial apa saja yang harus dimiliki anak:[6]
1.
Kenal Diri
Ini merupakan bagian dari kecerdasan diri/intrapersonal yang
diperlukan anak untuk bisa menjalin hubungan sosial yang baik dengan orang
lain. Kenal diri tak hanya sebatas mengenal identitas: siapa namanya, siapa
nama orangtuanya, di mana tempat tinggalnya, apakah jenis kelaminnya—lelaki
atau perempuan—dan identitas lainnya, tetapi juga mencakup apa kesukaannya,
harapan dan keinginannya, maupun perilaku dirinya seperti apa dalam menghadapi
lingkungan. Jadi, anak memiliki kesadaran akan dirinya sendiri (awareness).
2.
Kenal Emosi
Pengenalan aneka emosi seharusnya sudah lebih baik lagi di
usia prasekolah. Anak yang mengenal emosinya dengan baik akan belajar mengatur
dan mengendalikan emosinya sehingga bisa bersikap dan berperilaku sesuai
tuntutan lingkungan
3.
Empati
Anak harus memiliki keterampilan untuk mengerti dan
merasakan emosi orang lain serta mampu untuk merasakan dan membayangkan dirinya
berada di posisi orang tersebut. Keterampilan sosial ini diperlukan dalam
melakukan hubungan sosial untuk menumbuhkan rasa saling menghargai, menghindari
dari kesalahpahaman, juga melatih kepedulian dan kepekaan sosial anak.
4.
Simpati
Keterampilan untuk mengerti perasaan dan emosi orang lain
ini, biasanya dipengaruhi oleh emosi iba atau belas kasihan dan ada suatu
tindakan yang ingin dilakukan. Berbeda pada orang dewasa, semisal kalau ada
teman yang dimarahi bos maka teman lainnya bersimpati dengan membelanya, maka
pada anak ketika ada temannya diganggu oleh teman lainnya, dia menunjukkan
simpatinya dengan memberitahukan hal itu kepada gurunya. Jadi, dengan memiliki
simpati, anak dapat menghayati perasaan orang lain, memiliki kepekaan sosial
yang tinggi, tak bersikap semena-mena pada orang lain, memunculkan sikap
pemurah. Semua nilai ini amat dibutuhkan dalam menjalin hubungan sosial dengan
orang lain.
5.
Berbagi
Keterampilan sosial ini diperlukan anak untuk memperoleh
persetujuan sosial dengan membagi apa yang jadi miliknya. Anak dituntut untuk
merasakan kebersamaan dengan berbagi kepunyaannya. Keterampilan sosial ini
mengajarkan pada anak untuk tidak mementingkan dirinya sendiri, bisa menghargai
milik dirinya maupun orang lain, juga menimbulkan sifat pemurah.
6.
Negoisasi
Di usia ini anak masih negativistik sehingga perlu diajarkan
keterampilan bernegosiasi agar ia bisa mengungkapkan pendapat dan keinginannya
dengan cara yang diterima, serta membantu anak menyelesaikan masalah yang
dihadapi, dan bagaimana anak bersikap dalam menghadapi berbagai situasi sosial
yang ada dan mungkin tak menyenangkan. Selain juga dapat menghindari timbulnya
konflik. Biasanya sekitar usia 5 tahunan anak sudah percaya diri untuk melakukan
negosiasi.
7.
Menolong
Keterampilan sosial ini terkait dengan keterampilan sosial
lain seperti simpati dan empati. Menolong menumbuhkan kesadaran diri pada anak
untuk membantu orang lain, dapat mengembangkan sikap kepedulian sosial anak
sehingga anak pun bisa diterima dalam lingkungan kelompok pertemanan maupun
lingkungan sosial lain yang lebih luas.
8.
Kerjasama
Di usia ini anak sudah bermain secara berkelompok dan bersama-sama. Keterampilan bekerja sama dibutuhkan untuk anak belajar saling menghargai dan menghormati, tidak mementingkan diri sendiri, merasakan kebersamaan dengan lingkungan sosialnya.
Di usia ini anak sudah bermain secara berkelompok dan bersama-sama. Keterampilan bekerja sama dibutuhkan untuk anak belajar saling menghargai dan menghormati, tidak mementingkan diri sendiri, merasakan kebersamaan dengan lingkungan sosialnya.
9.
Bersaing
Keterampilan untuk mengungguli dan mengalahkan anak lain ini, akan membantu anak untuk mengetahui kelemahan maupun kelebihan dirinya, bersikap fleksibel dalam menghadapi tantangan, kemenangan maupun kekalahan yang akan ditemui nantinya dalam kehidupan sosial.
Keterampilan untuk mengungguli dan mengalahkan anak lain ini, akan membantu anak untuk mengetahui kelemahan maupun kelebihan dirinya, bersikap fleksibel dalam menghadapi tantangan, kemenangan maupun kekalahan yang akan ditemui nantinya dalam kehidupan sosial.
E.
Membentuk Keterampilan Sosial Anak
dengan Pendidikan Berbasis Kebersamaan
Pendidikan yang diwarnai dengan semangat
kebersamaan, akan melatih anak memperoleh berbagai kemampuan sosial yang
ditujukan pula untuk mendapatkan kematangan dalam kehidupan sosialnya.
Anik mengutip pendapat prihaningsih mengartikan
kematangan sosial adalah dimilikinya kemampuan perilaku sebagai kinerja yang
menunjukkan kemampuan berpartisipasi dalam lingkungan anak, yang ditunjukan
anak sesuai dengan usia kanak-kanak awal. Sedangkan
menurut Doll dan Habibi menyebutkan kematangan sosial juga dapat diartikan
sebagai hal yang berkaitan dengan kesiapan anak untuk terjun dalam kehidupan
sosial dengan orang lain yang bisa diamati dalam bentuk keterampilan yang
dikuasai dan dikembangkan sehingga akan membantu kematangan sosial kelak.[7]
Wujud nyata dengan adanya kematangan sosial
yang dimiliki anak dapat dilihat antara lain dengan berbagai sikap atau
kemampuan sosial berikut; mampu menunjukkan sikap bekerja sama dalam kelompok,
berani menampilkan diri sesuai dengan minatnya, dapat menunjukan sikap berbagi,
dapat besikap sesuai norma lingkungan kecil, mampu bersikap simpati dan empati
yang masih sederhana, dapat bersikap ramah, tidak egois, suka meniru perilaku
positif lingkungannya, serta dapat memberi kasih sayang pada orang yang dekat.
Jadi secara sederhana kematangan sosial seorang
anak akan tampak pada perilakunya. Perilaku tersebut menunjukan kemampuan
individu dalam mengurus dirinya sendiri dan partisipasinya dalam
aktivitas-aktivitas yang mengarah pada kemandirian sebagaimana layaknya orang dewasa.
Kematangan
sosial mutlak harus dimiliki setiap anak karena anak lahir sebagai manusia yang
tidak bisa hidup tanpa kehadiran makhluk lain. Kematangan sosial tentu lahir by
process tidak serta-merta. Karenanya pendidikan di usia dini yang
diharapkan mampu memberikan pengalaman kehidupan sosial yang merekat kuat dalam
ingatannya dan mempengaruhi sepanjang hayatnya.
Pendidikan
berbasis kebersamaan, hemat penulis tidak hanya perlu dalam hubungan antara
guru dan anak tapi lebih dari pada itu ada beberapa aspek yang perlu mengusung
semangat kebersamaan dalam hubungannya:
1. Anak dan
Anak.
Anak
tentu perlu berhubungan dengan anak lain, mengingat manusia adalah makhluk
sosial yang tidak bisa hidup tunggal dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
Semangat kebersamaan akan mengajarkan anak bagaimana cara berinteraksi dengan
anak lain, bijak menyikapi perbedaan, mampu menyelesaikan masalah yang mereka
hadapi dalam kegiatan harian atau permainan pun termasuk menyelesaikan tugas
yang diberikan oleh guru. Anak juga dapat dilatih untuk peka terhadap perasaan
sesamanya dan belajar bersikap baik dan benar dalam kehidupan sosialnya.
2. Anak dan
Orang tua
Orang
tua sebagai pilar pertama pendidikan anak, mempunyai kewajiban untuk memberikan
pengalaman yang sehat untuk anak selain mengasuh dan memenuhi kebutuhannya.
Anak, terutama di masa 2-5 tahun sedang berada dalam masa egosentris, yang
tentu akan menyulitkan orang tua memberikan pelajaran yang baik. Namun bila
orang tua mampu memposisikan diri sebagai seorang teman yang menyenangkan dan
tahu segalanya tentang anak, insya Allah orang tua tidak akan kesulitan menghadapinya.
Karenanya orang tua yang setiap hari berinteraksi dengan anak lebih baik
mengajak anak untuk bersama-sama melakukan hal yang baik, memberikan teladan
yang baik daripada terus-terusan menjejali anak dengan ilmu atau keterampilan
yang terkadang orang tua sendiri lalai melaksanakannya. Dalam Al-Qur’an Surat
An-Nisa ayat 9, Allah mengingatkan kita:
·÷uø9ur úïÏ%©!$# öqs9 (#qä.ts? ô`ÏB óOÎgÏÿù=yz ZpÍhè $¸ÿ»yèÅÊ (#qèù%s{ öNÎgøn=tæ (#qà)Guù=sù ©!$# (#qä9qà)uø9ur Zwöqs% #´Ïy
Artinya:
Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan
dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap
(kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah
dan hendaklah mereka mengucapkan Perkataan yang benar. (Q.S. Ali Imron :103
Ayat
inilah yang kemudian menjadi penegas bagi kita akan gambaran kekhawatiran para
orangtua terhadap “kesejahteraan” anak. Orang tua sebagai madrasah pertama dan
guru sebagai sosok yang mampu memberikan contoh dan pencernahan pada anak
seyogyanya mampu menanamkan rasa empati pada anak, sehingga anak tidak bersikap
egois dan merasa benar sendiri. Empati merupakan sikap atau perilaku memahami
suatu permasalahan dari sudut pandang atau perasaan lawan bicara. "Pola
asuh empati (parental empathy) berperan penting dalam perkembangan kesehatan
psikologis. Kurangnya empati dapat meningkatkan risiko gangguan kepribadian,
sikap depresi, dan menyakiti diri sendiri," ujar Stephen Montana PhD,
Direktur Pelayanan Klinis di Saint Luke Institute New Hampshire USA. Pada dasarnya
setiap manusia dibekali sifat welas asih untuk saling membantu dan menyayangi
antarsesama manusia, sesama makhluk hidup dan lingkungannya.
3. Guru dan
Anak
Sama
halnya dengan kebersamaan antara anak dan orang tua, antara guru dan anak juga
harus dilandasi rasa kebersamaan. Anak dan guru sama-sama mengerti tentang
pentingnya kehadiran keduanya. Meskipun dalam kesehariannya interaksi antara
guru dan anak cenderung terbatas, hanya beberapa jam saja. Guru dan anak harus
terus memupuk rasa kebersamaan mereka sehingga ada rasa keterkaitan antara
keduanya, hubungan emosional tentu akan lebih mengikat mereka dari pada sekedar
hubungan formal guru dan anak, dan efeknya tentu akan sangat luar biasa dalam
proses transfer ilmu di antara keduanya.
4. Guru dan
Orang tua
Orang
tua sering melepas begitu saja masalah pendidikan anaknya kepada guru di
sekolah, seolah merasa lepas sudah tanggung jawab mendidik dan mengantar anak
menjadi orang baik dan menyerahkannya kepada guru di sekolah. Praktek yang
salah kaprah ini tentu harus dibenahi, orang tua harus disadarkan tentang
fungsi sekolah dan pendidik serta kewajiban yang harus dipenuhi orang tua
selain member sandang, pangan dan papan bagi anaknya. Bila kesadaran tersebut
muncul akan lebih mudah memahamkan pentingnya membangun rasa kebersamaan di
antara guru dan orang tua dalam mengupayakan pendidikan terbaik untuk anaknya.
Orang tua dan guru bisa berbagi mengenai perkembangan anak, masalah-masalah
yang dihadapi anak dan lain sebainya, sekali lagi hal ini bertujuan untuk membantu
anak menjadi pribadi yang sesuai dengan harapan orang tua dan guru.
5. Guru,
Orang tua dan Masyarakat
Yang tak
kalah penting adalah hubungan antara guru, orang tua dan masyarakat. Untuk
menciptakan lingkungan belajara yang kondusif untuk anak maka ketiganya harus
bekerjasama mewujudkan hal tersebut. Menjauhi anak dari pengaruh lingkungan
yang buruk, menjamin keamanan dan kenyamanan dan memberikan ligkungan yang kaya
pengalaman akan sangat bermanfaat untuk perkembangan anak.
Dalam hal ini sekolah sendiri adalah lembaga sosial yang bertujuan untuk
mempersiapkan individu agar menjadi warga Negara yang tercerahkan, mampu
menjalankan peran positif di tengah-tengah masyarakat. seorang anak diharapkan
mampu memiliki berbagai pengalaman dan keterampilan dan kemampuan lain agar
mampu menghadapi perubahan dan perkembangan dunia yang semakin cepat.
An-Nahlawi menjelaskan pendidikan dapat dilakukan dengan kerjasama yang utuh
karena bagaimanapun masyarakat muslim adalah masyarakat yang padu, ia kemudian
memperkuat arugemennya dengan mengutip dua hadits:
“Kamu melihat kaum mukminin di dalam saling mengasihi dan menyayangi.
Seperti halnya tubuh. Jika salah satu anggota tubuh mengeluh sakit, maka
anggota tubuh lainnya turut demam dan tidak tidur.” (HR. Bukhari) dan “Seorang
muslim merupakan saudara bagi muslim lainnya. Maka di tidak boleh menzhaliminya
dan tidak meretakkan hubungan dengannya…” (HR. Bukhari dan Muslim).
Melalui kegiatan belajar yang dilaluinya, anak
diharapkan mampu melakukan proses sosialisasi guna mendapatkan keterampilan
sosial seperti yang diharapkan oleh orang tua dan masyarakat. Gordon &
Browne sebagaimana yang dikutip Moeslichatoen mengungkapkan 4 kelompok
pengembangan keterampilan sosial yang perlu diajarkan pada anak di taman
kanak-kanak.
1.
Membina hubungan dengan orang dewasa.
Orang
dewasa diharapkan mampu membantu anak menyelesaikan masalah sesuai dengan
kebutuhan mereka dengan bermacam cara antara lain memberi contoh bagaimana anak
melakukan aktivitas hariannya, menjaga anak agar tidak menyakiti dan disakiti
anak lain, berterima kasih, menghormati guru dan lain-lain. Yang perlu
ditekankan adalah pemberian bantuan sesuai dengan kebutuhan anak, Vigotsky
dengan konsep scaffolding-nya menguraikan bagaimana pentingnya membina
kemandirian anak dengan sedikit demi sedikit mengurangi bahkan menghilangkan
bantuan terhadap anak agar anak tidak menjadi tergantung pada kehadiran orang
dewasa.
2.
Membina hubungan dengan anak lain
Anak
belajar mempertahankan diri, menuntut hak dengan cara yang dapat diterima, menerima
giliran, mengkomunikasikan keinginan, mengadakan negoisasi dengan cara yang
dapat diterima kelompok, mempertahankan barang miliknya dan lain-lain.
3. Membina
hubungan dengan kelompok
Dalam
membina hubungan dengan kelompok anak belajar untuk dapat berperan serta,
meningkatkan hubungan kelompok dan antarpribadi, mengenal identitas kelompok,
anak juga belajar mengikuti jadwal dan pola kegiatan sehari-hari, beraadaptasi
dengan rutinitas sekolah, menaati peraturan, menghargai hak, perasaan dan harta
milik orang lain dan seterusnya.
4. Membina
diri sebagai individu
Dalam
hal ini anak belajar bertanggungjawab untuk membantu diri sendiri, menjaga
diri, berkomunikasi secara verbal dan nonverbal, mengolah dan mengekspresikan
perasaannya.
Dewasa ini semakin banyak orang yang menyadari
pentingnya kehidupan sosial bagi manusia, oleh karenanya semakin banyak pula
strategi-strategi pembelajaran yang didasari dengan semangat kebersamaan,
beberapa diantaranya adalah:
a. Bermain
Sosial
Aktivitas
bermain telah diyakini mengandung banyak manfaat bagi anak. Bermain dapat
bermanfaat untuk perkembangan fisik, motorik kasar dan halus, emosi dan
kepribadian, kognisi, keterampilan olahraga dan menari serta membantu
perkembangan sosial,
permainan berdasarkan kemampuan anak pun dibedakan dalam beberapa jenis di
antaranya adalah bermain sosial. Bermain sosial melibatkan interaksi dua orang
atau lebih, yang bertujuan sebagai sarana belajar dari anak lain, mengembangkan
kemampuan anak untuk berkomunikasi, membuat anak lebih mudah bersosialisasi dan
membantu anak mengembangkan persahabatan.
b.Coorperative
Learning
Dalam
strategi pembelajaran coorperative learning anak diposisikan belajar
berpasang-pasangan atau berkelompok hal ini dimaksudkan agar anak lebih saling
membantu dan mudah memahami pelajaran dengan diskusi yang dilakukan dalam
kelompoknya atau dengan temannya.
Kedua
strategi tersebut menjadi bukti betapa mendidik dengan basis kebersamaan telah
menjadi perhatian yang serius bagi para pakar pendidikan, dan tugas kita sebagai
orang tua dan pendidikan adalah mewujudkan semangat kebersamaan dalam setiap
praktek pendidikan agar terciptanya kematangan sosial dalam diri setiap anak
didik kita.
F.
Kesimpulan
Berdasarkan
hal tersebut perkembangan keterampilan sosial anak tidak timbul dengan
sendirinya, keterlibatan orang tua, sekolah dan masyarakat sangat penting dalam
proses pembentukannya
DAFTAR PUSTAKA
Dryden, Gordon. 2001. Revolusi Belajar (The
Learning Revolution). Bandung: Kaifa.
Gergenhahn B.R & Matthew H Olson. 2008. Teori
Belajar. Jakarta: Kencana.
Hurlock, Elizabeth B. Perkembangan Anak.
Jakarta: Erlangga.
Kostelnik, Marjorie J dkk. 1994. Developmentally
Approprite Programs in Early Chilhood Education. USA: Acmilan Publishing
Company.
Montessori Maria. 2008. The Absorbent Mind, Pikiran
yang Mudah Menyerap. terj Daryitno. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Santrock, Jhon W. 2007. Perkembangan Anak.
Jakarta: Erlangga.
Seefeldt, Carol dkk. 2010. Social Studies for the
Preschool/Primary Child. New Jersey: Pearson.
Seefeldt, Carol & Barbara A Wasik . 2008. Pendidikan
Anak Usia Dini: Menyiapkan Anak Usia Tiga, Empat dan Lima Tahun Masuk Sekolah. Jakarta:
Indeks.
[1]
Disusun oleh Elly Agustina, Mahasiswa Pascasarjana Universitas Bengkulu Program
Studi PAUD dipresentasikan tanggal 19 Desember 2014
[2]
Carol Seefeldt, Seefeldt, Carol dkk. 2010. Social
Studies for the Preschool/Primary Child. New Jersey: Pearson. h. 130-134.
[4]
Seefeldt, Ibid, h. 134-138.
[6]http://pembelajaran-anak.blogspot.com/2008/08/9-ketrampilan-sosial.html, diakses tanggal 18 Desember 2014
[7] Anik Wulandari, “Perbedaan Kematangan Sosial Anak Ditinjau dari
Keikutsertaan Pendidikan Prasekolah (Playgroup)”, http://etd.eprints.ums.ac.id/4889/1/F100050094, dalam Google.co.id diakses tanggal 02 Maret 2010.
S1288poker adalah penyedia taruhan poker online dengan uang asli yang dapat dipercaya dan dapat di andalkan untuk memenuhi kebutuhan anda dalam bermain poker online menggunakan uang asli.
BalasHapusUntuk dapat bermain poker di S1288poker,com sangat mudah, anda dapat melakukan deposit minimal Rp.10.000,- dengan keuntungan semaksimal mungkin.
kelebihan lainnya adalah anda dapat bermain tanpa harus menghawatirkan adanya program atau penggunaan bot pada website S1288poker,com karena di S1288poker permainan player vs player. (PIN BBM : 7AC8D76B)